Cara Bahagia?

Sebelum masuk pada caranya bahagia, apa perlu mengerti apa yang dimaksud dengan bahagia?

  • Bahagia menurut KBBI arti dari bahagia adalah suatu keadaann pikiran atau perasaan kesenangan, ketentraman hiddup secara lahir dan batin yang maknanya adalah untuk meningkatkan visi diri.
  • Sedangkan menurut Al-Ghazali, kebahagiaan ini bisa dicapai ketika manusia sudah mampu menundukkan nafsu (yang mana nafsu hewan dan setan pada dirinya) dan mengganti dengan sifat malaikat (suci). Menurutnya, orang yang memiliki bahagia tertinggi adalah manusia yang telah terbuka hijabnya terhadap Allah sehingga ia merasa terkontrol oleh Allah dimanapun dan kapanpun.
  • Bahagia menurut Psikologi oleh Carr, kebahagiaan adalah keadaan positif yang ditandai dengan tinggi derajat kepuasan hidup, afek positif dan rendahnya derajat afek negatif.
  • Seligman mendefinisikan kebahagiaan sebagai keadaan psikologis yang positif dimana seseorang memiliki emosi positif berupa kepuasan hidup, pikiran dan perasaan positif akan kehidupan yang dijalaninya.
  • Tokoh Ed Diener mengistilahkan kebahagiaan dengan kesejahteraan subjektif. Menurutnya kebahagiaan adalah penilaian individu terrhadap kehidupannya melibatkan kepuasan hidup. Terdapat afek positif dan negatif.

 

Dari beberapa definisi di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Bahagia adalah ketentraman atau kesenangan, bisa berartikan emosi positif dari diri seseorang yang bisa didapatkan dari faktor mana saja.

 

Sesuatu yang dapat membuat kita merasa bahagia itu banyak. Ada yang kesannya harus mewah, mahal, tapi adakalanya sesuatu yang sangat sederhana di dunia yang fana. Kebahagiaan kita sejatinya sebagai seorang muslim tentulah dapat masuk ke dalam syurga-Nya, melihat-Nya dan masih banyak lagi yang bersifat demikian kelak di akhirat.

Ok, kita akan mulai dengan cara bahagia yang sederhana. Cara ini diharapkan dapat membuka mata dan hati kita semua dengan apa yang akan kita bahas pada artikel ini. Yaitu dengan sadar.

 

Kenapa dengan ‘sadar’? 

 

Karena dengan sadar, kita dapat bisa menikmati apa yang kita punya, miliki dan apa yang kita dapat di dunia untuk bahagia. Kok bisa? Sesederhana ini, coba kita ingat-ingat dengan pencapaian apa yang sudah kita dapat. Sudahkah kita bersyukur? ataukah  kita ingin mendapat lebih banyak pencapaian lagi? Ingin mencapai yang lebih juga bukanlah sebuah kesalahan, tapi jika sampai meninggalkan kewajiban sebagai hamba, bagaimana? Bukankan sebagian kita seperti itu? Lalu setelah mendapat itu, apakah kita akan puas?

 

Intinya, yang ingin kita dapatkan atau capai adalah yang buat kita bahagia, bukan?

 

Padahal, kita sering lupa bahwa cara termudah untuk bahagia bukanlah dengan mendapatkan yang kita inginkan. Memang, mendapatkan apa yang kita inginkan itu jelas memberi perasaan senang, but it’s just temporary. Sudah sadar polanya, nggak?

 

Biasanya setelah mendapat apa yang kita ingin, rasanya kita pasti senang bahagia dan serasa kalau dunia harus tahu kalau kita lagi bahagia. Tapi … soon enough, kita pasti akan mengingkan sesuatu yang lain lagi, yang lebih lagi. Contohnya gini, kita punya smartphone baru, pasti akan ingin yang lebih canggih lagi. Padahal yang sebelumnya masih tergolong baru.

 

Bukankan tanpa kita sadari, kita seringnya begitu?

Polanya seperti ini,

Sekali lagi, SADAR!!

 Sadar bahwa kita nggak selalu butuh lebih buat bahagia. Sadar atas apa yang kita punya. Sadar bahwa perasaan cukuplah yang membuat ini menjadi cukup, bukan ingin yang lebih dan lebih lagi. Sadar kalau apa yang kita punya, bisa menjadi awal mula rasa syukur kita. Sadar bahwa kita harus lebih berusaha lagi mengapreasiasi apa-apa yang sudah kita dapat daripada terus berekspektasi sama hal yang belum kita dapat.

 

Dan, ketika sudah bisa menggantikan semua ekspektasi kita dengan apresiasi, kita akan bisa menjadi lebih bahagia.

 

Untuk saat ini, mana yang lebih sering kita lakukan : komplain yang sesuatu yang belum/sudah kita punya atau belajar mengapresiasi apa yang kita punya?

 

Apakah kita orang yang yang lebih sering mengeluh atau bersyukur?

 

Allah Ta’ala berkalam :

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” QS. Ibrahim : 7

 

By : Qonita Fauziyah Fira (MI PK Al-Islam Pucangsawit)

Inspirated by : “What So Wrong about Your Trauma & Expectation”, Ardhi Mohammad